Tulisan ini sekedar teks yang bisa ditafsir oleh siapapun diantara teman-teman, silahkan jika ingin berbagi…
Dan
pertanyaan-pertanyaan dalam hati yang kerdil itu selalu sama…"Mengapa
tak juga Cinta itu dapat diraihnya?" Barisan kata yang membendung rasa
ingin tahu yang sangat dalam, yang terkadang sekaligus menutup
pengalaman malu, kecewa dan kesedihannya,
Seolah-olah hanya dirinyalah manusia yang
paling gagal dilahirkan oleh Bunda yang pernah mengajarkan cinta dan
kesabaran di muka bumi,
Yang aku tahu,
belum ada seorang pun yang bisa memberikan cinta sesempurna harapan
dalam angan, seperti dalam film roman yang menggugah dan berakhir
dengan sempurna; keduanya bersatu dalam pelukan dan senyuman,
Selama aku hidup belum pernah kutemukan pikiran dan hati yang dirundung cinta bersih dari dosa dan kegagalan,
Dalam hati mereka yang kedua raganya
telah bersatu, lantas mengapa selalu ada di dalamnya bayangan seseorang
yang lain; entah yang disuka, disayang, dicinta atau bahkan dibenci?
Kulalui lembar-lembar kehidupan
untuk mendapatkan cinta, tapi tak pernah kubaca apalagi kurasa tentang
lembaran-lembaran keberhasilan dalam mencinta, tatkala akhir lembaran
berupa kebuntuan, seolah-olah hati terus berharap akan ada
lembaran-lembaran cinta yang sesuai dengan harapan akan
kesempurnaan… walau kata terakhir dalam kisah itu tercantum secara
implisit kata "gagal"…
"Gagal, Salah, Bodoh, Gagal, Salah, Bodoh…"
Angan kesempurnaan hanya membawa derita lahir
dan batin, ia selalu mengukir luka dalam hati, tersayat membekas
meranah duka, menggoreskan pedih yang tak terobati, dan terlalu sulit
untuk dimaafkan….apalagi untuk dilupakan,
Erich Fromm menukilkan renungannya tentang
kegagalan manusia modern dalam mendapatkan cinta, yaitu mereka terlalu
banyak harapan, apakah itu kecantikan, kekayaan, standar fisik ideal
atau kesempurnaan dalam kesaling-pengertian,
ya…manusia modern selalu dibuat gagal oleh harapan-harapan semu akan kesempurnaan dan segala cita-cita akan kemenangan,
Aku bertanya, "Lantas apakah kegagalan kita
untuk mendapatkan sang cinta itu bagaikan serangga-serangga di malam
hari yang menabrakkan dirinya pada lampu-lampu hingga mati tapi ia
tak pernah meraih sang cahaya yang diinginkannya?"
Dunia tak menjawab, seolah-olah aku hanya
berkata dan berbicara untuk diri aku sendiri, mereka terdiam seolah
malu dan takut untuk menjawab, atau mungkin…tidak tahu dengan
apa yang kuucap…
Setiap diri dan kelompok manusia selalu
memiliki penafsiran tunggal akan cinta; suci, harkat, derajat, wibawa
dan kebahagiaan. Tapi para pengembara cinta sesunguhnya selalu memiliki
dua penafsiran tentang cinta yang abadi; bahagia dan derita.
"Cinta tanpa derita bagaikan anggur tanpa
cawan", seru Rumi dalam syairnya. Tak ada keindahan cinta tanpa adanya
penderitaan. Cinta adalah irisan dari sedih dan senang, duka dan
bahagia, walau terkadang harus dibanjiri dengan air mata dan kepedihan.
Tapi tak perlu khawatir bagi mereka penggali
hikmah (bukan sinetron), selalu ada pelajaran dari setiap kepedihan,
ambisi para pemuas nafsu selalu berakhir dengan penderitaan dan jalan
buntu yang mapan, sebaliknya, para penuai hikmah selalu tersenyum
menemukan jalan baru walau harus membawa kisah pedih dalam hidupnya…
Bagaikan bara api yang dibawa di tangannya,
menyakiti dirinya…tapi mampu menerangi pengembara yang lain. Walau
tangan terbakar kian terus melepuh, hati merasa senang mampu menjadi
obor penerang kehidupan, penerang bagi kerabat, kawan maupun
anak-anaknya,
Maka tak ada cinta yang bersih suci dari dosa
dan kegagalan, yang ada hanya pembelajaran cinta untuk terus dipahami
dan dirasakan, hingga diri kita bagaikan serangga-serangga yang mati
demi ‘cahaya’ harapan
"Mengenai Nafsu?"
Yang kutahu, tak pernah kutemui dalam
perjalanan para kafilah kehidupan bahwa pemenuhan nafsu dapat
menenangkan jiwa sepanjang kaki melangkahi luasnya padang kehidupan…
Pertanyaannya, apakah cinta dapat diraih dengan
nafsu? Apakah jiwa ini akan tentram ketika nafsu sudah terlampiaskan?
Walau hanya dengan memilikinya, apakah kemudian kepuasan hidup sudah
tercapai? Meskipun dengan diberi pilihan yang mudah, apakah
pertanyaan-pertanyaan akan akhir riwayat cinta kita sudah terjawabkan?
Ya, tapi sebenarnya ada "Cinta Nafsu"…dan ada
juga "Nafsu Cinta", keduanya sangat berbeda. "Cinta Nafsu" berarti kita
mengejar kepuasan-kepuasan semu yang terkadang mengatas namakan cinta.
Sedangkan "Nafsu Cinta" berarti mengejar kepuasan-kepuasan dalam
mencinta. Ada baik buruknya dari dua hal tersebut dimana terdapat juga
dua sifat yang muncul dari keduanya, "sementara" dan "abadi". Terserah
mau kejar yang mana…
"Orang yang baik itu sudah pasti cantik, tapi
belum tentu yang cantik itu baik" kata Audrey Hepburn. Bukankah tidak
sebaiknya kita berkata bahwa kekasih kita tidak cantik atau tidak seksi
hanya karena ukuran yang kita pakai sama dengan kebanyakan orang-orang
yang keranjingan iklan-iklan kecantikan di televisi?
Terkadang kita merasa iri melihat kawan
kita memiliki pasangan yang ‘ideal’ (seperti di iklan TV dan kata
kebanyakan orang). Tapi sepatutnya yang kita iri-i adalah mereka
pasangan biasa yang selalu bersama, dalam susah dan duka, bisa saling
menghibur ketika salah seorang dari dirinya sedang bersedih, tetap
tertawa meskipun beberapa duka menusuk hidupnya…
seperti anak-anak jalanan yang bebas berlari
dan tertawa, tidak peduli rambut mereka lusuh atau baju mereka
kotor dan bau, mereka tidak peduli walau adik perempuan dan ibu
kandungnya menjadi bahan tertawaan orang-orang kaya bermobil
mewah…mereka tetap senang dengan siapapun diri mereka hidup…
berbeda dengan kita yang tidak pernah merasa
senang dan puas dengan orang yang selama ini sudah menemani bersama,
baik dalam duka atau bahagia…
"Bagaimana dengan Kepercayaan?"
Cinta yang sempurna ialah memberi kepercayaan
sepenuhnya kepada mereka yang dicintai, tanpa ada ada rasa ragu apalagi
curiga, tampak tak ada gunanya jika kita berkata bahwa kita mencintai
dia tapi kita selalu meragukan dirinya, apalagi cemburu buta…memang
cemburu adalah indikasi cinta, tapi bukan satu-satunya jalan menuju
cinta…
Patut dipertanyakan kecintaan seseorang yang
di dalam hantinya terdapat kecurigaan, sebaliknya patut dipertanyakan
juga kecintaan seorang yang didalamnya ada benih pengkhianatan…
Yang aku yakin pasti bahwa jalan hidup ini akan
berakhir menuju kepada Sang Cinta Yang Sempurna, yang tidak ada seorang
makhlukpun mampu memiliki kesempurnaan yang dimiliki-Nya, yang tak bisa
dibayangkan atau dirasakan dalam hidup seperti sekarang ini…
Melihat Cinta di sana bagaikan melihat
warna-warna indah indah yang belum pernah dilihat di dunia ini,
bagaikan mencium yang belum pernah ada wewangian terbaik yang pernah
dimiliki oleh Bulgari, Boss, D’Issey atau minyak Kasturi; terlalu
sayang untuk dinikmati lebih dahulu dalam hidup yang singkatini,
biarkan nafsu cinta ini menuntun kita menuju jalan itu,
bukan surga atau neraka, tapi cinta… yang belum pernah ada
Comments